Situasi Mulai Panas, Ratusan Purnawirawan TNI Serukan Ganti Wapres dan Menteri Titipan

Sebarkan:

Mantan Wakil Panglima TNI Jenderal Purn Fahrur Razie saat membacakan tuntutan para purnawirawan jenderal TNI
Para purnawirawan jenderal TNI yang selama ini terkesan diam, kini mulai bersuara kritis menyikapi kondisi politik negeri. Mereka yang bergabung dalam Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengeluarkan pernyataan sikap yang memuat delapan tuntutan kepada pemerintah, diantaranya Ganti wapres Gibran dan ganti sejumlah menteri titipan Jokowi.

Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah dokumen resmi yang ditandatangani oleh sejumlah purnawirawan jenderal, laksamana, dan marsekal.

Informasi mengenai pernyataan sikap tersebut disampaikan melalui kanal YouTube Refly Harun, dalam sebuah siaran berjudul "Live! Ngeri! Ratusan Jenderal Purn Kasih 8 Tuntutan! Ganti Wapres! Reshuffle Menteri Pro-JKW!!".

Dalam siaran itu, Refly memperlihatkan foto-foto kegiatan pembacaan pernyataan serta dokumen berisi delapan tuntutan. Sejumlah tokoh militer senior terlihat hadir dan memberikan tanda tangan pada dokumen tersebut.

Beberapa nama yang terlibat antara lain Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan. Adapun Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno tercatat sebagai pihak yang mengetahui.

Dokumen ini juga mengklaim telah ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Dalam latar dokumen tersebut, tertera gambar bendera merah putih dengan tulisan "Kami Forum Purnawirawan Prajurit TNI Mendukung Presiden Prabowo Subianto Menyelamatkan NKRI."

Secara lengkap, delapan tuntutan yang diajukan Forum Purnawirawan Prajurit TNI adalah sebagai berikut:

  1. Mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 ke versi asli sebagai dasar hukum dan tata pemerintahan.
  2. Mendukung program kerja Kabinet Merah Putih atau Asta Cita, kecuali untuk proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN).
  3. Menghentikan Proyek Strategis Nasional (PSN) seperti PIK 2, Rempang, dan proyek serupa karena dianggap merugikan rakyat dan lingkungan.
  4. Menolak masuknya tenaga kerja asing asal Tiongkok dan meminta pemerintah memulangkan mereka ke negara asal.
  5. Menertibkan tata kelola pertambangan agar sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan 3.
  6. Melakukan perombakan kabinet dengan memecat menteri yang diduga kuat terlibat dalam tindak pidana korupsi, serta menindak tegas pejabat dan aparat yang masih memiliki loyalitas terhadap Presiden RI ke-7, Joko Widodo.
  7. Mengembalikan fungsi Kepolisian RI sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat (KAMTIBMAS) di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri.
  8. Mengusulkan kepada MPR agar mengganti Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dengan alasan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pasal 169 Huruf Q UU Pemilu dinilai cacat secara hukum.
 

Menanggapi delapan poin tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun menyatakan bahwa ia menyetujui sebagian besar isi tuntutan. Namun, ia menyoroti satu poin yang dinilainya memerlukan diskusi mendalam, yakni soal usulan kembali ke UUD 1945 versi asli.

“Kalau semua tuntutan ini jujur saya setujui, keras malah. Tapi yang sedikit problematik adalah kembali ke UUD 1945,” ujar Refly dalam siarannya, Jumat (18/4/2025).

Menurutnya, keputusan untuk kembali ke UUD 1945 harus didahului oleh diskusi akademik mengenai pasal-pasal mana yang dianggap tidak lagi relevan dalam versi amandemen saat ini.

Refly menyarankan agar perubahan dilakukan secara terukur dan melalui pendekatan ilmiah.

“Satu saja catatan kita mengenai kembali pada Undang-Undang Dasar 1945 yang menurut saya tidak bisa instan perdebatannya. Kita harus sepakati dulu mana yang tidak sesuai dari UUD hasil amandemen,” tambahnya.

Selebihnya, ia menyatakan tidak memiliki keberatan terhadap tujuh tuntutan lainnya yang dianggapnya masuk akal dan relevan dengan kondisi bangsa saat ini. (Wah/Fajar)

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini