![]() |
Aksi demo mahasiswa dan pegiat demokrasi atas pengesahan revisi UU TNI |
Pemerintah dan anggota DPR RI selalu mengatakan bahwa revisi UU TNI tidak akan membangkitkan kembali dwifungsi TNI yang refresif kepada Masyarakat. Pembelaan itu wajar sebab mereka punya kepentingan politik terhadap kebijakan itu. Ada bargaining antara pemerintah dan DPR RI dalam mengesahkan UU itu.
Namun di mata para akademisi dan peneliti, UU TNI yang baru itu jelas merupakan ruang yang mengurangi supremasi sipil.
Kepala Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45) Jaleswari Pramodhawardani menilai ada potensi besar berkurangnya supremasi sipil setelah DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI disahkan menjadi undang-undang.
Jaleswari menjelaskan revisi UU TNI yang baru disahkan memiliki beberapa poin perubahan yang perlu diperhatikan. Pertama, perluasan usia pensiun TNI dan penempatan TNI di 14 bidang jabatan sipil. Hal ini dapat dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme TNI. Namun, di sisi lain, hal ini dapat mengurangi supremasi sipil.
"Perlu diingat bahwa hal ini juga dapat menimbulkan potensi konflik kepentingan dan mengurangi supremasi sipil. Apalagi jika kita melihat keterkaitan dua pasal ini, karena kita akan memiliki ratusan tentara yang harus dipikirkan bagaimana penugasan mereka di wilayah yang tepat," kata Jaleswari, Kamis (20/3).
Jaleswari mengingatkan jangan sampai ada penumpukan perwira maupun ratusan tentara yang nonjob. Selain itu, ia mengingatkan Pasal 47 terkait jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga sipil yang menambah penempatan prajurit aktif di 14 bidang jabatan sipil. Ia mengatakan pasal tersebut jangan dijadikan tempat untuk mewadahi TNI aktif yang jumlahnya makin banyak akibat mundurnya usia pensiun mereka.
"Itu harus diperlakukan secara limitatif," ujarnya.
Lebih lanjut, Jaleswari menekankan bahwa UU TNI yang baru disahkan memiliki beberapa pasal yang dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk mengembalikan dwifungsi TNI, seperti Pasal 47 terkait jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga sipil.
"Hal ini tentu saja menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pelanggaran hak asasi manusia dan mengurangi demokrasi di Indonesia," katanya.
Jaleswari mengatakan UU TNI yang baru disahkan ini perlu diawasi dan dikontrol secara ketat oleh DPR, masyarakat sipil, dan media untuk memastikan bahwa tidak ada pelanggaran hak-hak sipil dan kebebasan individu.
"Selain itu, perlu adanya transparansi dan partisipasi publik dalam proses pengawasan implementasi UU TNI ini," pungkasnya.
Diketahui, DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia atau RUU TNI untuk disahkan menjadi undang-undang.
Terdapat sejumlah poin perubahan dalam UU TNI yang baru. Pertama, Pasal 47 terkait jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga sipil. Berdasarkan Pasal 47 Ayat (1) UU TNI yang lama, terdapat pasal yang menyebut prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Namun, dalam UU TNI baru, poin itu diubah sehingga TNI akfif dapat menjabat di 14 kementerian/lembaga yang terdiri dari kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden, intelijen negara, siber dan/atau sandi negara.
Kemudian, lembaga ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, narkotika nasional, pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.
Sementara itu, TNI aktif harus mundur atau pensiun jika mengisi jabatan di luar 14 kementerian/lembaga sipil tersebut.
Selanjutnya, poin revisi soal batas usia pensiun diatur dalam Pasal 53. Pada UU TNI lama, batas usia pensiun TNI bagi perwira paling lama 58 tahun, sedangkan batas usia pensiun bagi bintara dan tamtama adalah 53 tahun.
![]() |
Jaleswari Pramodhawardani |
Kemudian, perwira tinggi bintang 1 adalah 60 tahun, perwira tinggi bintang 2 paling tinggi 61 tahun, dan perwira tinggi bintang 3 adalah 62 tahun.
Adapun, perwira tinggi bintang 4 (empat) batas usia pensiun paling tinggi 63 (enam puluh tiga) tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Sementara itu, ada penambahan poin dalam UU TNI baru di Pasal 7 Ayat (15) dan (16) terkait tugas pokok TNI. Pasal 7 Ayat (15) menambahkan tugas soal membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber. Ayat selanjutnya, terkait tugas membantu dalam melindungi dan menyelamatkan Warga Negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
Sampai sore ini Kamis (20/3/2025) aksi demo memprotes pengesahan revisi UU TNI itu masih terjadi di Gedung DPR RI Jakarta. Para pegiat demokrasi berharap revisi itu dibatalkan, meski peluangnya sangat kecil.
Jika tidak dibatalkan, maka rakyat Indonesia harus bersiap-siap menghadapi tekanan militer di berbagai bidang. Indonesia akan kembali seperti masa Ordebaru di mana militer akan memegang kendali di berbagai lini strategis. **