Kasus Hasto Berpotensi Menghadirkan Konflik Kekuasaan di antara Dua anak Megawati

Sebarkan:
Momen hangat saat Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri bersama dua anaknya, Ketua DPP PDI-P M Prananda Prabowo dan Puan Maharani.

Penahanan Hasto Kristiyanto oleh KPK tidak hanya memicu kemarahan Megawati, tetapi juga membuka celah bagi perebutan kekuasaan di internal PDIP.

Menjelang kongres April 2025, sumber internal mengungkapkan adanya faksi pragmatis yang berupaya mengambil alih kepemimpinan partai dari Megawati, dan menarik PDIP ke koalisi pemerintah Prabowo-Gibran.

“Ada yang ingin rebut partai bulan April ini dan menariknya ke koalisi supaya enggak ada oposisi,” kata narasumber dekat PDIP sebagaimana dikutip dari Insider.

Faksi pragmatis ini disebut identik dengan kelompok yang tidak sepenuh hati mendukung Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024, tetapi lebih condong ke Prabowo-Gibran. Kelompok ini berlindung di bawah kubu Puan Maharani yang dinilai lebih condong berpihak kepada penguasa.   

Sementara faksi ideologis diidentikkan dengan Prananda Prabowo yang cenderung  bersikap oposisi.

Puan Maharani dan Prananda Prabowo adalah dua anak kandung Megawati. Puan merupakan anak Megawati dari suami yang kedua, Taufik Kiemas, sedangkan Prananda Prabowo adalah anak Megawati dari suami pertamanya Kapten Pnb (Anm.) Surindro Supjarso  yang meninggal dalam kecelakaan pesawat  pada 22 Januari 1970.

Perlu diingat,  usia Megawati yang tak lagi muda dan ketiadaan Hasto sebagai “tangan kanan” dinilai mempermudah upaya perebutan ini.

Peneliti BRIN Firman Noor menganalisis, kemarahan Megawati tidak hanya soal kedekatan personal dengan Hasto, tetapi juga upaya mempertahankan marwah partai.

“Ibu Mega merasa Pak Hasto tidak bisa digantikan. Bahkan, beliau sendiri yang mengambil alih peran Sekjen,” ujar Firman. 

Meski sempat reaktif melarang retret, Megawati akhirnya melunak karena menyadari kepala daerah bertanggung jawab pada publik, bukan hanya partai.

Firman meyakini PDIP akan tetap di oposisi, meski ada manuver Puan yang kerap hadir dalam agenda Prabowo.

“Ini strategi menjaga keseimbangan. Secara resmi, PDIP masih di luar pemerintahan,” jelasnya.

Mayoritas kader dianggap masih solid di bawah Megawati, meski friksi kecil wajar terjadi.

“Tidak ada sikap drastis yang menentang langsung posisi PDIP sebagai oposisi,” tegas Firman.

Namun, ancaman faksi pragmatis tetap mengintai. Jika Megawati gagal mengkonsolidasikan kekuatan, kongres April bisa menjadi ajang perebutan yang mengubah peta politik PDIP.

Belakangan ini kubu Puan dan Kubu Prananda berhembus kuat di internal PDIP. Kubu Puan cenderung bersikap lunak sedangkan kelompok pro Prananda cenderung berani melawan sistem yang menindas mereka.

Bedanya, Puan lebih sering tampil ke public sehingga banyak orang yang mengenal gerak geriknya. Sementara Prananda terkesan lebih tertutup karena ia lebih suka bermain di belakang layar. 

Namun para pengurus DPP PDIP sadar bahwa pengaruh Prananda dalam mengatur kebijakan partai sangatlah besar.

Sementara Puan juga tidak mau diabaikan begitu saja. Oleh karena itu upaya Puan untuk mengambilalih partai juga sangat besar.

Pertarungan sengit dua bersaudara ini dipastikan akan semakin menghangat dalam beberapa bulan ke depan. Kalau konflik itu tidak ditangani internal dengan bijak, maka nasib PDIP bisa jadi akan berantakan karena hadirnya dua kubu yang saling berbeda sikap. (hidayat/inilah)

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini