141 Warga Sumut Korban TPPO Berhasil Diselamatkan, Janji Manis Tidak Sesuai Harapan

Sebarkan:

 

Para korban TPPO saat disekap di lokasi penampungan di Myanmar. Janji tidak sesuai harapan
Pemerintah pusat akhirnya berhasil memulangkan 423 warga Indonesia yang menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar. Dari jumlah itu, yang terbanyak berasal dari Sumut, yakni 141 orang. Selebihnya dari provinsi lain.

Para korban perdagangan manusia itu diterbangkan dari Myanmar ke Jakarta pada 18-19 Maret sebelum akhirnya diserahkan ke pemerintah daerah masing-masing. Adapun Pemerintah Provinsi Sumut sebatas membantu mereka untuk bisa pulang kembali daerahnya.

Dari 141 warga Sumut, sebanyak 106 orang memilih pulang secara mandiri, sementara 34 orang lainnya difasilitasi Pemprov Sumut.

Para korban mayoritas adalah pekerja yang dijanjikan bekerja di bidang onlinescam atau penipuan melalui cara-cara online. Usaha yang digeluti umumnya berupa judi online karena di Myanmar dan negara ASEAN lainnya, bisnis ini dianggap illegal.

Nantinya mereka akan mengembangkan bisnis judi online dengan sasaran pelanggan asal Indonesia. Bisnis ini sangat menggiurkan sebab ada banyak warga Indonesia  bodoh alias goblok yang candu dengan bisnis judi online. Inilah makanan empuk bagi para pengusaha judi online itu.

Meski jelas-jelas merupakan pekerjaan haram, namun para pemuda itu tertarik menekuninya karena tidak ada pekerjaan lain di dalam negeri. Apalagi mereka juga dijanjikan bakal mendapatkan gaji yang lebih menggiurkan.  

Rata-rata para pekerja itu dijanjikan gaji Rp16 juta per bulan dengan hanya duduk di depan computer untuk menghubungi sejumlah konsumen yang ada di Indonesia. Dengan gaji sebesar itu, tak heran jika banyak yang tergiur.

Dari 141 warga Sumut yang berangkat ke Myanmar untuk menggeluti pekerjaan itu, 120 di antaranya laki-laki dan 21 perempuan. Dari jumlah tersebut, sampai Minggu (23/3/2025) sebanyak 33 orang telah tiba di Bandara Internasional Kualanamu, sementara satu orang lainnya akan dipulangkan menggunakan bus.

“Kita berharap kejadian seperti ini tidak terulang. Mencari pekerjaan adalah hak setiap orang, tetapi harus selektif agar tidak terjebak dalam jaringan TPPO,” ujar Plt Sekda Sumut, Effendy Pohan di Bandara Kualanamu, Sabtu (22/3/2025).

Pada akhirnya, sesampai di Myanmar, para pekerja itu tidak mendapatkan pekerjaan sebagaimana yang dijanjikan. Mereka malah disekap di dalam sebuah rumah kosong, diperas semua harta yang mereka bawa, kemudian dianiaya bagaikan binatang.

“Kami hidup seperti di neraka. Mereka memperlakukan kami seakan bukan manusia,”  kata Dio, salah seorang pekerja yang termakan janji itu.

Dio tentu saja sangat menyesal telah terjebak dengan janji mafia yang mengiming-iminginya pekerjaan di Myanmar.

“Kami dijanjikan gaji Rp16 juta per bulan dan semua difasilitasi. Nyatanya, di sana seperti neraka. Saya berharap anak-anak muda tidak mudah tergiur bujuk rayu untuk menjadi pekerja illegal,” kata Dio, warga Medan.

Kasus penipiuan tenaga kerja ke luar negeri sebenarnya bukan sekali ini saja terjadi. Kasus seperti ini sudah berkali-kali mencuat, namun korban tetap saja ada karena mereka merasa sulit sekali mendapatkan pekerjaan di dalam negeri.

Pemerintah hanya bisa berjanji akan membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, tapi tidak mampu menepatinya. Begitulah prilaku pemerintah yang busuk. Setelah ada sejumlah warga Indonesia terjebak mafia di luar negeri, barulah mereka sibuk.

Terkait dengan penipuan tenaga kerja ini, Ketua Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Sumut, Harold Hamonangan, menegaskan pentingnya mengikuti prosedur resmi jika ingin bekerja di luar negeri.

“Kerja ke luar negeri itu boleh, tapi harus mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku. Jangan sampai kasus seperti ini terulang lagi,” ujarnya.

Kasus TPPO ini diperkirakan semakin marak dengan berbagai modus, termasuk lowongan kerja palsu dengan iming-iming gaji tinggi. Pemerintah dan masyarakat diharapkan lebih waspada terhadap tawaran kerja yang tidak jelas legalitasnya.

Pemprov Sumut mengimbau seluruh masyarakat untuk selalu memeriksa keabsahan agen tenaga kerja, berkonsultasi dengan instansi resmi, dan tidak mudah percaya dengan janji-janji pekerjaan di luar negeri yang terdengar terlalu indah untuk menjadi kenyataan. ***

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini