Mengejutkan, Uang Pemerasan Oknum Poldasu di Nias Ditengarai untuk Dana Kampanye Bobby Nasution

Sebarkan:

Tidak banyak yang tahu bahwa saat ini ada dua personel Polda Sumut (Poldasu) yang menjalani pemeriksaan di unit Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) dan Divisi Propam Mabes Polri, Jakarta. Keduanya ditahan terkait kasus pemerasan terhadap Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)  di Nias. Mencuat kabar kalau kasus pemerasan itu ada hubunganya dengan upaya mencarikan dana kampanye bagi Bobby Nasution di Pilkada 2024.

Saat pemerasan berlangsung sekitar November 2024, aksi kedua oknum itu sebenarnya sempat tercium oleh KPK. Tim KPK sudah turun ke Sumut guna melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap mereka.

Sayangnya, rencana itu bocor sehingga kedua oknum berpangkat bintara itu berhasil meloloskan diri. Besar kemungkinan rencana OTT itu dibocorkan orang dalam di lingkup Polda Sumut guna melindungi kedua oknum tersebut.  

“Awalnya mereka akan ditangkap KPK melalui OTT, tapi keburu bocor,” kata Kepala Korps Pencegahan Tindak Pidana Korupsi atau Kortastipidkor Polri, Inspektur Jenderal Cahyono Wibowo di Jakarta.

Apa boleh buat, KPK pun  gagal menangkap mereka. Tim OTT balik badan ke Jakarta setelah melihat indikasi keduanya mendapat perlindungan.

Namun KPK sudah mengumpulkan banyak bukti terkait pemerasan yang mereka lakukan, sehingga kelanjutan penanganan kasus ini diserahkan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam)  Polri. Kabar yang beredar,  kedua oknum itu sudah ditangani Tim Pengamanan internal (Paminal) Polri di Jakarta.

Pemeriksaan terhadap keduanya berlangsung sangat rahasia karena ada berbagai isu politis yang bercampur di dalamnya. Sampai-sampai Bareskrim Polri maupun Polda Sumut tidak mau membeberkan nama kedua oknum itu ke public.

Kabar yang beredar, kasus yang melibatkan dua oknum itu tidak semata-mata terkait pemerasan atau korupsi, tapi juga ada hubungannya dengan Pilkada Sumut. Maka itu, penanganannya  langsung diambilalih Mabes Polri karena dinilai sangat sensitif.

Sebab jika saja kasus ini ditangani KPK, berbagai masalah politik terkait aksi pemerasan itu akan terbongkar ke public.  Maka itu Polri mengambil langkah aman mengambil alih kasus ini secara internal sehingga hal-hal yang sensitif dapat ditutupi.

Hal-hal sensitif inilah yang sekarang berkembang di lingkup Polda Sumut, sebab mencuat kabar kalau kedua oknum itu pada dasarnya bergerak atas perintah demi mengumpulkan dana kampanye bagi Bobby Nasution. Mereka terjun ke daerah sesuai perintah untuk berbicara dengan pimpinan SMK di Nias setelah sebelumnya ada kecurigaan terkait penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) di sekolah itu.

Negosiasai pun berlangsung sehingga dana Rp 400 juta berhasil ditarik dari sekolah itu. Sementara pihak sekolah tidak bisa menolak karena dana itu kabarnya digunakan bagi penguatan kampanye Bobby Nasution.

KPK sejak awal sudah mencium aksi ini sehingga mereka terus membuntuti personil Polda tersebut. Keduanya hampir saja berhasil ditangkap di sebuah kawasan di Langkat pada  Desember 2024,  namun mereka berhasil melarikan diri.

Petugas KPK hanya bisa menyita uang kontan Rp 400 juta yang disebut sebagai hasil pemerasan. Uang ini yang kemudian diserahkan ke Polda untuk pengusutan lebih lanjut terhadap keduanya.  

Polda Sumut tentu saja tidak sulit memanggil oknum tersebut karena keduanya masih tercatat sebagai anggota aktif. Mereka pun patuh menjalani seluruh proses pemeriksaan yang dilakukan.

Namun mengingat kasus ini sarat aroma politis, penanganannya kemudian diambil alih Mabes Polri. Dengan demikian isu politis di balik kasus ini akan bisa diredam.

Pj Gubernur Sumut Agus Fatoni disebut-sebut terkait pula dengan kasus ini karena ia menjadi bagian dari konspirasi untuk mendukung kampanye Bobby Nasution pada Pilkada yang lalu.  Data soal DAK yang dikelola SMK Nias itu juga diperoleh dari kantor gubernur mengingat pengelolaan sekolah tersebut berada di tingkat provinsi.

Tak heran jika Kepala Dinas Pendidikan Sumut juga sempat menjalani pemeriksaan dalam kasus ini. Namun sudah pasti tidak banyak informasi yang diperoleh dari mereka karena Dinas Pendidikan Sumut tidak tahu menahu mengenai kasus pemerasan itu. Mereka hanya sebatas memberikan data soal DAK bagi SMK Nias.

Dengan ditangkapnya dua oknum polisi itu, daftar penyelewengan yang melibatkan personil Polri kian bertambah panjang. Namun kasus dua anggota Polda Sumut ini bisa dikatakan  berbeda karena dinilai beraroma politis. Bisa-bisa kasus keterlibatan ‘partai cokelat’ pada Pilkada akan banyak terkuak di dalam kasus ini.

Komisioner Kompolnas Choirul Anam sudah mendengar soal penangkapan dua personil Polda Sumut ini. Ia hanya bisa mengharapkan ada tindakan tegas dari Polri terhadap ke dua pelaku. Choirul berharap kasus ini tidak berhenti dalam sidang kode etik tetapi juga diseret ke pidana.

"Saya kira apa pun yang dilakukan oleh angggota penting dipastikan bahwa ada penindakan tegas. Ada penindaka yang tegas. Dan kalau ada pengembangan, pengenmbangan juga harus komperhensif.  Jadi prinsipnya kita mendukung penindakan hukum yang tegas. saya harap tidak hanya di sanksi etik, tapi pidananya juga jalan," ujarnya.

Apakah kasus politis di balik pemerasan ini akan dibongkar secara transparan? Hal ini yang menjadi tanda tanya public.

Bisa jadi latar belakang kepentingan politis akan menjadi nilai tawar bagi kedua personil Polri itu untuk bisa selamat dari hukuman berat. Jika keduanya mendapat sanksi berat, bukan tidak mungkin mereka akan bersuara lantang. Maka itu pemeriksaan terhadap keduanya terkesan sangat dirahasiakan.

Sudah pasti nama Bobby tidak akan dikaitkan dalam pemeriksaan ini karena bagaimanapun juga, penguasa sangat berkepentingan melindunginya.

Bobby sendiri dipastikan bakal dilantik sebagai Gubernur Sumut pada 20 Februari mendatang setelah berhasil menyingkirkan Edy Rahmayadi pada persaingan Pilgubsu November 2024.  

Tidak terbantahkan lagi, Bobby Nasution mengeluarkan anggaran cukup besar untuk maju pada Pilkada itu. Dalam laporan ke KPU Sumut, Bobby mengaku mengeluarkan anggaran Rp38 miliar untuk dana kampanyenya. Namun dapat dipastikan, dana riil untuk kegiatan itu jauh lebih besar dari yang dilaporkan.  

Sudah menjadi rahasia umum kalau jajaran ASN dan sejumlah personil polda Sumut turut bermain mendukung kemenangan Bobby kala itu. Peran politik polisi ini yang kemudian disebut dengan istilah permainan ‘Partai Cokelat’..!

Namun Apakah permainan polisi di Pilkada itu sampai menyentuh masalah pencarian dana kampanye bagi Bobby? Ini yang mengundang tanda tanya besar di seputar pemeriksaan dua oknum Polda Sumut yang kini ditangani Mabes Polri. ***

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini