![]() |
Gerakan rakyat menuntut Jokowi diadili |
Gara-gara kepemimpinan buruk Jokowi selama 10 tahun terakhir, Pemerintah Prabowo yang berkuasa sekarang ini menerima dampaknya. Mau tidak mau Prabowo harus melakukan efisiensi di sana sini setelah begitu banyak uang negara dikuras untuk proyek yang tidak penting. Selama 10 tahun belakangan ini Jokowi memang banyak menghamburkan uang negara demi pencitraan diri.
Bahwa ada beberapa proyek unggulan Jokowi yang terlihat di depan mata, tentu hal itu tidak terbantahkan. Sebut saja proyek jalan tol dan berbagai infrastruktur lainnya.
Namun proyek itu sesungguhnya terlalu dipaksakan karena lebih banyak mengandalkan utang. Dan utang-utang itu yang harus dibayarkan pemerintahan yang sekarang.
Saat pergantian kepemimpinan 20 Oktober 2024, Jokowi mewariskan utang sangat besar kepada Prabowo Subianto. Di tahun pertama saja, alokasi anggaran yang perlu disiapkan untuk pembayaran utang itu mencapai Rp1.350-an triliun. Pembayaran tersebut untuk utang jatuh tempo dan bunga utang per 2025.
Jumlah itu akan bertambah tiap tahun karena berdasarkan data Kementerian Keuangan, total utang pemerintah pusat hingga akhir Agustus 2024 saja sudah mencapai Rp8.502,69 triliun.
Kemenkeu mencatat, per 2025 utang jatuh tempo yang harus dibayar mencapai Rp800,33 triliun, terdiri dari utang Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun dan pinjaman Rp94,83 triliun.
Pada 2026, utang jatuh tempo bakal lebih tinggi lagi yakni mencapai Rp803,19 triliun yang terdiri dari SBN sebesar Rp703 triliun dan pinjaman Rp100,19 triliun.
Selain itu, yang juga harus dibayar per 2025 adalah bunga utang yang mencapai Rp552,9 triliun yang terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp497,62 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp55,23 triliun.
Bila dilihat secara rinci, pembayaran bunga utang terus mengalami kenaikan. Pada 2025 naik 10,8 persen dibandingkan outlook APBN 2024 yang sebesar Rp499 triliun. Pada 2020, pembayaran bunga utang hanya Rp314,1 triliun, lalu naik menjadi Rp343,5 triliun di 2021 dan 2022 naik lagi menjadi Rp386,3 triliun. Kemudian pada 2023 naik lagi menjadi Rp439,9 triliun.
Kondisi itu yang membuat Prabowo harus memaksa dilakukan efisiensi. Prabowo akhirnya sadar, selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, pada dasarnya yang banyak terjadi adalah pengrusakan fondasi ekonomi bangsa. Jokowi terkesan ingin sekali dilihat sebagai pemimpin yang sukses membangun infrastruktur sehingga memaksa uang negara di kuras di sana sini.
Beruntung, Prabowo cepat bertindak untuk memblokir dana proyek Ibukota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Jika tidak, kehancuran lebih parah lagi. IKN adalah proyek ambisius Jokowi yang dibangun penuh dengan janji-janji bohong.
Awalnya Jokowi berkoar kalau IKN dibangun dengan investasi swasta, tanpa sedikitnya mengganggu APBN. Ia mengaku ada banyak investor asing yang antri berinvestasi di sana.
Nyatanya semua itu bual belaka. Tak ada satupun investor asing yang melirik IKN karena mereka melihat proyek itu tidak layak dan tidak ekonomis.
Lantas Jokowi mengajak konglomerat dari Agung Sedayu group untuk berinvestasi di sana. Aguan si pengusaha itu menerima ajaran tersebut, dengan syarat ia bisa mendapatkan proyek raksasa di Pantai Indah Kapuk (PIK), Tengerang dengan luas ribuan hektar. Jokowi pun setuju menetapkan PIK sebagai Proyek Strategis Nasional.Di sini Jokowi terbukti telah menjual negara untuk kepentingan bisnis konglomerat. Selama ini kebusukan ini dirahasiakan melalui aksi para buzzer bayaran yang terus menghadirkan citra hebat dari Jokowi. Hingga akhirnya si pembohong itu bisa duduk tenang saat mengakhiri masa jabatannya sebagai prwsiden.
Yang merasakan akibatnya adalah presiden yang berkuasa saat ini.
Namun Prabowo tentu tidak mau menerima beban itu tanpa ada pertanggungjawaban moral dari Jokowi. Oleh sebab itu upaya membongkar kebusukan Jokowi mulai dilakukan dengan cara membongkar konspirasi yang pernah ia jalin dengan para konglomerat selama ini.
Gerakan rakyat untuk menyeret Jokowi ke pengadilan juga mulai ramai berkumandang di berbagai kota. Warga yang dulu memuji-muji Jokowi sebagai presiden pro rakyat, kini mulai dasar kalau mereka tertipu oleh sosok pemimpin yang berwajah dibaluti topeng kesederhanaan. Maka gerakan ‘Adili Jokowi’ mulai menggema di berbagai kota.
Di Medan, Jakarta, Surabaya, Semarang, bahkan di Solo tempat kediaman Jokowi, gerakan itu terus mencuat. Muncul tuntutan agar si pembohong itu diseret ke ruang sidang dalam kasus korupsi.
Tuntutan itu terlihat jelas dari unjukrasa yang berjalan setiap pekan dan aksi-aksi vandalisme bertuliskan 'Adili Jokowi' yang muncul di berbagai kota. Di Kota Surabaya misalnya, tulisan 'Adili Jokowi' ditemukan di 24 titik yang tersebar di berbagai kecamatan.
Selain di Surabaya, coretan serupa juga ditemukan di Solo. Berdasarkan pantauan awak media, setidaknya ada enam titik lokasi yang menjadi sasaran aksi vandalisme ini, termasuk di Jalan Ahmad Yani, Jalan Menteri Supeno, Jalan Prof. DR. Soeharso, Jalan Moh. Husni Thamrin, dan Jalan Samratulangi. Bahkan aksi tersebut juga terlihat di dekat rumah pribadi Jokowi di Solo.
Aksi yang sama juga terjadi di Kota Medan. Malah gerakan anak-anak Medan lebih tajam lagi, sebab mereka tidak hanya menuntut Jokowi diadili, tapi juga meminta KPK menangkap Bobby Nasution, sang menantu yang baru saja terpilih sebagai gubernur Sumut.
Tuntutan ini mencuat sebab sudah jelas diungkap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tertate, Maluku Utara, kalau Bobby terlibat korupsi tambang di wilayah itu. Tidak hanya Bobby, istrinya Kahiyang Ayu juga ikut bermain.
![]() |
Tuntutan agar Bobby diperiksa KPK |
Saat ini bisa dikatakan Jokowi tidak lagi bisa menyembunyikan kebusukannya selama 10 tahun memimpin negeri. Pemerintahan Prabowo mulai mengusut kasus itu dengan diawali membongkar konspirasi pagar laut dan sertifikat palsu di wilayah Tangerang yang diberikan kepada Agung Sedayu Group.
Orang-orang yang terlibat dalam sertifikat palsu itupun kini mulai diburu. Bareskrim Polri mulai berani bertindak, meski langkah itu masih diragukan mengingat Kapolri saat ini merupakan sosok peliharaan Jokowi.
Tapi setidaknya upaya membongkar kebusukan Jokowi sudah mulai ada. Selanjutnya kasus Bobby bisa menjadi agenda berikutnya. Hanya dibutuhkan sedikit saja kemauan penegak untuk menyeret menantu Jokowi itu, sebab sesungguhnya data korupsi Bobby sudah menumpuk di KPK.
Maka bisa dipastikan, gaya kepemimpinan Bobby sebagai gubernur akan sangat berbeda dibanding saat ia menjabat walikota Medan. Sudah pasti Bobby nanti akan lebih kalem karena ia sadar kekuatan politikmya di tingkat pusat tidak sekuat dulu lagi.
Tidak ada lagi Pasukan Pengawal Presiden (Paspampres) yang mengiringi Bobby ke manapun ia pergi. Ia hanya dikawal aparat kepolisian dan TNI sebagaimana kepala daerah lainnya.
Di tengah efisien yang diterapkan Presiden Prabowo saat ini, Bobby pasti tidak akan mampu berbuat banyak untuk pembangunan Sumut. Ia pun tidak akan berani tampil arogan memarahi tukang parkir seperti dulu lagi.
Sebab bagaimanapun juga, Bobby sebenarnya dalam keadaan tersandera saat menjabat Gubernur Sumut. Sedikit saja ia menerapkan kebijakan yang bertentangan dengan pusat, apalagi melakukan aksi yang tidak popular di mata rakyat, maka kasus korupsinya akan diungkap.
Inilah karma bagi keluarga Jokowi..!
Ahmady