Sidang Perdana MK, Tim Hukum Edy-Hasan Beberkan Trilogi Kecurangan pada Pilkada Sumut

Sebarkan:
Bambang Widjojanto selalu tim hukum Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala di sidang MK, Senin (13/1/2025)

Gugatan Perselisihan Pilkada Sumut mulai disidangkan di Mahkamah Konstitusi pada Senin (13/1/ 2025). Sidang yang dipimpin ketua MK, Suhartoyo berlangsung tenang tapi menarik. Dalam sidang itu, pasangan calon Edy Rahmayadi- Hasan Basri Sagala yang diwakili tim hukumnya, Bambang Widjojanto dan Yance Aswin, membeberkan berbagai kecurangan yang terjadi selama Pilkada berlangsung.

“Pilkada 2024 di Sumut sangat unik dan iconic karena diwarnai dengan berbagai kecurangan yang melibatkan aparatur negara,” kata Bambang Widjojanto, selaku anggota tim hukum pemohon.

Unik dan iconik, sebab hanya di Sumut satu-satunya Pilkada yang diikuti menantu Jokowi  yang baru saja lengser dari jabatan presiden, yakni Bobby Nasution. Keterlibatan Bobby membuat elemen negara aktif bermain langsung memenangkan pasangan itu. 

Kecurangan itu sangat kental karena melibatkan elemen negara.

“Kami menyebutnya trilogy kecurangan, karena melibatkan tiga unsur lembaga, yakni keterlibatan aparatur pemerintahan, mulai dari Pj kepala daerah, camat dan aparat desa. Lalu ada keterlibatan  elemen pendukung Bobby Nasution, dan ketiga  keterlibatan lembaga penegak hukum,” kata BW, panggilan akrab Bambang Widjojanto.

BW menyebutkan, sejak awal kecurangan itu terlihat jelas di mana Pj Gubsu Agus Fatoni salah satu actor utamanya. Keterlibatan  Agus Fatoni tidak hanya sebelum Pilkada, tapi juga tampak saat berlangsungnya Pilkada.

BW lantas menceritakan bagaimana Agus Fatoni mengajak Bobby berkeliling ke sejumlah kabupaten/kota untuk bertemu masyarakat di lapangan terbuka. Pertemuan itu dibungkus dengan kegiatan Safari dan Doa untuk PON. Padahal  tujuan utamanya adalah untuk kepentingan politik Bobby Nasution.

“Pj Gubsu mengajak Bobby bertemu masyarakat di berbagai daerah tentu bertujuan untuk meningkatkan elektabilitas kandidat tersebut. Ini jelas cawe-cawe politik yang tidak dibenarkan undang-undang,” kata Bambang Widjojanto.

Tidak hanya Agus Fatoni,  BW juga mengungkap keterlibatan Sekda kala itu, yakni Arief Sudarto Trinugroho.

Keterlibatan Arief terlihat jelas saat menggelar turnamen sepakbola di lingkungan ASN seluruh kabupaten/kota se-Sumut yang didedikasikan untuk Bobby Nasution.

Event itu berlangsung saat kampanye. Anehnya lagi, kegiatan itu sama sekali tidak mendapat sorotan dari pengawas Pemilu sehingga di sini BW semakin yakin kalau Bawaslu terlibat kecurangan karena mendiamkan masalah ini.

Di tingkat kabupaten/kota, para Pj Bupati dan Walikota juga turut bermain mendukung kemenangan Bobby Nasution. BW lantas menyebut permainan Pj Bupati Tapanuli Selatan, Rasyid Assaf Dongoran yang mengirimkan surat edaran kepada seluruh kepala sekolah di Tapsel untuk memilih Bobby Nasution.

“Jika tidak, para kepala sekolah akan diadukan ke polisi” kata BW.  

Bisa saja polisi akan mengusut para kepala sekolah itu dengan tuduhan penyelewengan penggunaan dana BOS.  Tuduhan BW soal keterlibatan Dongoran itu dilengkapi dengan bukti surat yang diserahkan kepada hakim MK.

Ada pula peran Kejaksaan yang melakukan intervensi terhadap kinerja panitia pemungutan suara (KPS) dengan meminta data-data pemilih. Padahal langkah tersebut tidak bisa dilakukan oleh pihak Kejaksaan.

“Ini bentuk intervensi terhadap kegiatan Pilkada  yang seharusnya tidak boleh dicampuri oleh Kejaksaan,” kata Bambang.

Selain Kejaksaan, aparat kepolisian diberbagai daerah juga  turun bermain mengintimidasi para apatur desa. Tekanan itu membuat camat, kepala desa, lurah dan juga kepala lingkungan ikut terlibat memenangkan Bobby Nasution.

Kecurangan seperti ini yang disebut BW sebagai aksi yang sangat terstruktur, sistematis dan massif.

Dalam Pilkada gubernur itu, hasil akhir perhitungan KPU menyebutkan kalau perolehan suara pasangan Bobby Nasution- Surya jauh lebih tinggi dibanding pesaingnya Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala. Pasangan Bobby-Surya mendapat 64,5 persen, sedangkan pesaingnya 35,5 persen.

Namun kemenangan pasangan itu, menurut Yance Aswin, sepenuhnya berbau kecurangan. Selain berbagai kecurangan yang melibatkan lembaga hukum dan aparatur pemerintah, aksi money politik yang dilakukan tim Bobby-Surya juga terjadi di mana-mana.

“Ada banyak data tentang money politik yang kami sampaikan di persidangan,” kata Yance.

Tidak kalah pentingnya, tim hukum Edy-Hasan juga menjelaskan kondisi bencana yang semestinya membuat Pilkada harus ditunda. Masalah bencana menjadi salah satu poin penting, sebab saat pemungutan suara berlangsung, setidaknya ada lima kabupatan/kota di Sumut yang mengalami bencana.

Wilayah yang terkena bencana, antara lain Kota Medan, Asahan, Deli Sedang, Binjai dan Langkat. Bencana ini sangat berdampak langsung pada Pilkada karena membuat warga lebih tertarik berada di rumah daripada datang ke TPS. Hal ini dapat dilihat dari tingkat partisipasi pemilih yang sangat minim di Sumut.

“Di Deli Sedang misalnya, pemilih hanya sekitar 32 persen dan ini mungkin tingkat partisipasi yang terendah di Indonesia.  Sedangkan di Medan hanya 34 persen. Seharusnya ini juga menjadi pertimbangan hakim untuk melibat betapa banyaknya persoalan di Pilkada Sumut,” ujar  BW.

Dengan semua paparan yang disampaikannya itu, BW meminta agar MK menganulir keputusan KPU Sumut yang memenangkan pasangan Bobby-Surya sebagai pemenang Pilkada 2024. Selain itu,  BW berharap agar pasangan Bobby-Surya didiskualifikasi  karena permainan curang yang mereka lakukan.

“Paling tidak, kata BW, mereka meminta agar Pilkada Sumut segera diulang di lima kabupaten yang terlibat bencana,” katanya.

Sidang perdana berupa pemeriksaan awal berkas pemohon itu juga dihadiri tim dari KPU Sumut, Raja Ahab Damanik yang didampingi Kuasa Hukumnya serta anggota Bawaslu Sumut, Payung Harahap beserta tim kuasa hukumnya. **

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini