Keterlibatan 'Partai Cokelat' pada Pilkada di Sumut Berkali-Kali disebut di Persidangan MK

Sebarkan:
Persidangan perselisihan Pilkada di Mahkamah Konstitusi membongkar keterlibatan partai cokelat

Perlahan tapi pasti, keterlibatan aparatur Polri alias Partai Cokelat dalam Pilkada di Sumut semakin terungkap.  Setelah dibongkar pada persidangan Pilkada Kota Medan dan persidangan Pilkada Gubernur Sumut, giliran perselisihan Pilkada Labuhanbatu mengungkap permainan partai cokelat ini.

Dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada Labuhanbatu 2024 yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (13/1/2025), pihak pemohon yakni Paslon no urut 03 Hendri Daulay-Ellya Rosa Siregar -- melalui kuasa hukumnya Akhyar Idris Sagala -- menuding Polres Labuhanbatu tidak netral.

Partai Cokelat ini ikut berperan memenangkan pasangan Maya Hasmita-Jamri yang didukung koalisi Partai Nasdem, Demokrat, Hanura, PKS, Gelora, Buruh, Ummat dan PSI.

"Terdapat pelanggaran TSM (terstruktur, sistematis dan masif) oleh aparatur pemerintahan dan aparat Polres Labuhanbatu dalam mengerahkan lurah, kepala desa dan kepala lingkungan untuk memilih dan memenangkan pasangan calon nomor urut 02 yang tersebar di seluruh kecamatan dan kelurahan se-Kabupaten Labuhanbatu," bebernya, Senin (13/1/2024), di Jakarta.

Pelanggaran TSM ini diungkap Akhyar dalam sidang perkara nomor 59/PHPU.BUP-XXIII/2025 tersebut. Turut disertakan bukti yang tertuang pada dokumen permohonan PHPU calon Bupati Labuhanbatu.

Permainan aparatur polisi itu berjalan dengan motif yang sama hampir di semua wilayah. Mereka biasanya terlebih dahulu mendatangi para kepala desa dengan alasan mau memeriksa soal penggunaan dana desa.

Seperti diketahui, setiap desa di Sumut rata-rata mendapatkan dana desa hingga Rp1 miliar per tahun. Untuk bisa menekan para kepala desa, aparatur Polres setempat biasanya mendatangi kantor desa untuk bermaksud ingin mengetahui ke mana saja dana desa digunakan.

Biasanya, kepala desa yang diperiksa secara mendadak seperti itu akan gelagapan. Bisa dipahami, sebab mungkin saja ada penggunaan dana desa itu menyalahi aturan. Jika ketahuan oleh aparat, kepala desa dan perangkatnya berpotensi diseret ke pengadilan.  Ancaman kurungan 3 tahun bisa menghadang mereka.

Agar kepala desa tidak kuatir, lantas oknum polisi itu biasanya menawarkan barter politik, yakni si kepala desa harus mendukung penuh kandidat kepala daerah yang berpihak kepada penguasa. Biasanya ada target khusus terkait jumlah suara yang harus dipenuhi kepala desa.

Di sinilah para kepala desa mesti bekerja keras mengerahkan semua perangkat dan kemampuannya untuk mempengatuhi warga di desanya.  Peran kepala lingkungan (kepling) atau kepala dusun (Kepdus) sangat vital untuk mempengaruhi keputusan warga.

Para Kepling atau Kepala dusun ini yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Seluruh kinerja mereka selalu diawasi oleh onum polisi tertentu sampai target yang diharapkan tercapai.  Dengan kata lain, campur tangan oknum polisi pada Pilkada biasanya dilakukan melalui tekanan kepada para perangkat desa.  Para Kepling dan Kepdus ini pula yang biasanya menyebarkan money politik kepada masyarakat menjelang pemilihan.

Bisa dipastikan, kandidat yang didukung para perangkat desa pastilah kandidat yang mendapat endorsement dari partai-partai yang bergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM). Koalisi partai itu adalah Golkar, PAN, Nasdem, Gerindra, dan Demokrat. Partai-partai besar ini bersatu mengeroyok kandidat yang diusung PDIP.

Praktik seperti itulah yang terjadi pada Pilkada di berbagai daerah di Sumut. Sejumlah pasangan yang kalah pada Pilkada yang lalu mulai membongkar praktik ini dalam persidangan di MK.

Permainan Partai Cokelat ini pada dasarnya tidak hanya terjadi di tingkat Polres. Perwira Polda Sumut juga disebut-sebut aktif bermain di dalamnya.

Ketua Tim Hukum pasangan calon gubernur Edy Rahmayadi, Yance Aswin pernah menyebut adanya sosok perwira tinggi berpangkat bintang satu yang terlibat campur tangan dengan Pilkada di Sumut. Sementara di daerah, para kapolres disebut-sebut ikut bermain melalui intelijen yang bekerja di lapangan.

Aksi kelompok partai cokelat itu merupakan perintah dari pusat sehingga permainan mereka terlihat sama di berbagai daerah. Sekjen PDIP Hastio Kristoyanto telah mengungkap permainan partai cokelat tersebut ke ruang public melalui wawancaranya dengan berbagai wartawan.

Setelah sebelumnya hanya menjadi bahan debat di ruang politik, kali ini masalah keterlibatan Partai Cokelat pada Pilkada akan dibahas dalam ruang hukum. Persidangan MK akan membahas lebih detail campur tangan personil polisi itu. Hanya saja, sejauh ini pimpinan Polri tidak mau menanggapi serius tuduhan ini.

Terkait permainan partai cokelat di Labuhanbatu, Kasat Intel Polres Labuhanbatu, AKP Romi menolak menanggapi masalah ini. Ia mengatakan, Polri tidak ada urusan soal pemenangan dalam Pilkada. AKP Romi mengajak semua orang menghormati proses sidang yang berjalan di MK.

"Masih proses sidang di MK RI, kita tunggu saja sampai proses putusan. Terima kasih infonya," kata AKP Romi kepada awak media saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis. **

 

 

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini