Hakim MK Berembuk Bahas Gugatan Pilkada Gubernur Sumut, Besar peluang Sidang Berlanjut

Sebarkan:

Sidang gugatan perselisihan Pilkada Gubernur Sumut yang digelar di Mahkamah Konstitusi
Sidang pendahuluan gugatan Pilkada Gubernur Sumut telah berjalan dua kali di Mahkamah Konstitusi (MK). Majelis hakim sudah mendengar isi permohonan dari pihak Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala selalu pemohon  dan juga mendengar jawaban dari KPU dan Bawaslu Sumut selaku termohon. Saat ini Majelis hakim masih  membahas materi gugatan itu sebelum memutuskan bahwa gugatan akan berlanjut.

“Kami akan membahas  proses sidang ini. Nanti pada 11 sampai 13 Februari 2025 kita akan putuskan apakah sidang permohonan ini bisa kita teruskan. Dua kali sidang pendahuluan ini adalah sidang dismissal untuk memeriksa berkas perkara,” kata  Suhartoyo, ketua majelis panel 1 MK yang memimpin persidangan itu.

Persidangan dismissal (pendahuluan) merupakan proses awal sebagai upaya majelis hakim untuk meneliti dan memilah gugatan yang masuk ke persidangan. Proses ini dilakukan karena pengadilan MK tidak boleh menolak suatu perkara meskipun sejak awal perkara tersebut tidak memenuhi syarat formil maupun materil.  Sidang dismissal berisi penyampaian permohonan dan jawaban dari pihak pemohon.

Setelah itu majelis hakim menganalisis permohonan itu apakah layak dilanjutkan atau tidak. Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra menyatakan, para pemohon yang kasusnya tidak bisa dilanjutkan supaya bisa menerima dengan ikhlas. Itu berarti putusan KPU sudah berkekuatan hukum.

“Kalau gugatannya ditolak, silahkan ikut lagi Pilkada lima tahun yang akan datang,” kata Saldi Irsa.

Adapun hasil putuan persidangan dismissal akan disampaikan oleh kepaniteraan. Apabila pemeriksaan perkara dilanjutkan, agenda sidang berikutnya adalah pembuktian dengan mendengarkan keterangan saksi dan/atau ahli dan pengesahan alat bukti tambahan.

Sebagai gambaran, pada Pilkada 2018 terdapat 34 kasus perselisihan Pilkada yang masuk ke MK. Setelah melalui proses sidang pendahuluan (dismissal), ternyata sebanyak 31 perkara diputus tidak diterima, 2 perkara diputus gugur sementara 1 perkara lainnya ditarik oleh pemohon. Dengan demikian hanya satu perkara yang proses sidangnya berlanjut.

Selanjutnya pada Pilkada 2020, gugatan yang masuk ke MK sebanyak 132 perkara. Setelah sidang dismissal, sebanyak 100 perkara dinyatakan tidak bisa diterima, hanya 32 perkara yang  prosesnya berlanjut ke pemeriksaan saksi. 

Dengan data-data ini dapat dipahami bahwa tidak semua gugatan Pilkada akan dapat dilanjutkan di MK. Jika materi gugatannya dianggap tidak memadai, maka bisa saja gugatan itu gugur saat proses sidang dismissal.

Adapun pada Pilkada serentak 2024, yang dianggap bermasalah secara hukum dan diajukan ke MK sebanyak 309 Pilkada. 15 kasus di antaranya dari Provinsi Sumut. 

Semua gugatan ini telah melalui proses sidang dismissal sejak pertengahan Januari 2025. Keputusannya akan diumumkan MK pada 11 hingga 13 Februari mendatang. Bisa dipastikan tidak semua gugatan itu akan diteruskan.

Beberapa materi yang menjadi pertimbangan hakim MK dalam sidang dismissal adalah soal kewenangan MK menyidangkan kasus itu, legal standing para pemohon,  kelayakan materi gugatan, tenggang waktu pengajuan permohonan, dan juga soal tuntutan (petitum) yang diajukan pemohon.

Dalam kasus Pilkada Gubernur Sumut, seluruh dalil sidang dismissal sudah terpenuhi sehingga dalam pandangan Bambang Widjojanto, kuasa hukum Edy Rahmayadi, persidangan itu sangat layak untuk dilanjutkan.

“Materi gugatan yang kita sampaikan sangat  jelas. Gugatan itu sangat layak dilanjutkan oleh MK karena kasus kecurangan yang terjadi di Sumut sangat Terstruktur, Massif dan Sistematis,” kata Bambang Widjojanto. 

Maka itu, Bambang berharap dalam putusan yang dibacakan pada 11 Februari nanti, sidang gugatan Pilkada Gubernur Sumut akan dapat dilanjutkan. Dan ia sangat yakin peluang sidang itu dilanjutkan sangat besar.

Dalam gugatannya, Bambang Widjojanto tegas menyebutkan betapa banyaknya kecurangan yang terjadi pada Pilkada Gubernur Sumut, mulai dari keterlibatan ASN, kecurangan yang dilakukan  tim sukses pasangan Bobby Nasution-Surya, dan keterlibatan aparat hukum mendukung kemenangan menantu Jokowi.

“Kami menyebutnya dengan istilah trilogy kecurangan, karena ada tiga unsur yang bermain dalam PIlkada tersebut. Semu aitu benar terjadi dan bisa kami buktikan,” kata Bambang Widjojanto.

Untuk membuktikan tuduhan itu, jika sidang dismissal diterima, maka [ada sidang berikutnya, Bambang Widjojanto dan tim akan menghadirkan sejumlah saksi guna  memberikan keterangan terkait fakta kecurangan yang terjadi.  Saksi itu tidak hanya orang yang melihat tindakan kecurangan, tapi juga korban.

“Ada banyak saksi yang sudah kami siapkan. Kita akan bongkar semua kejahatan yang terjadi pada Pilkada Sumut,” tegas Bambang. 

Bambang Widjojanto, tim kuasa hukum pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala
Pilkada rasa Pilpres

Sejak awal Bambang Widjojanto menegaskan kalau Pilkada Gubernur Sumut sangat Istimewa dan iconic karena adanya kehadiran menantu mantan presiden Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution sebagai kontestan.  Kehadiran Bobby telah mendorong Jokowi, yang kala itu masih berkuasa, untuk mengerahkan kekuatan elemen negara membantu  menantunya itu untuk bisa mengalahkan pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala.

Pj Gubernur Sumut Agus Fatoni dan seluruh Pk Bupati/Walikota di Sumut turut bermain dalam scenario kecurangan itu. Begitu juga dengan aparatur polisi yang ikut bermain hingga pelosok desa. 

Aparatur polisi ini menggunakan tangan-tangan para lurah, kepala lingkungan dan kepala dusun. Lurah yang tidak mau mendukung Bobby Nasution, berpotensi akan diusut dalam kasus korupsi dana desa.

Ironisnya, kecurangan itu diabaikan begitu saja oleh KPU Sumut dan Bawaslu Sumut. Alhasil, Bobby Nasution yang berpasangan dengan Surya unggul jauh pada Pilkada tersebut.

Hal ini yang membuat pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala sangat keberatan sehingga mereka mengajukan gugatan ke MK. ***

Sebarkan:

Baca Lainnya

Komentar